Kembali ke Kurikulum 2013, Kurikulum
ini sejatinya adalah kurikulum hasil refleksi dari kurikulum sebelumnya
yang dirasa banyak kekurangan yang memang seharusnya ditambal sana-sini.
Karena kurikulum sebelumnya banyak yang bolong maka perlu ditambal.
Karena bolongnya cukup banyak maka tambalannya banyak juga. Karena
banyak tambalan mungkin oleh bapak menteri dirasa tidak elok lagi.
Karena tidak elok, sudah selayaknya untuk diganti dengan baru. Kan
tidak gaya seandainya kita masih menggunakan kurikulum yang penuh
dengan tambalan dan koyak di sana – sini. Dari pada kesan kusam tetap
menyertai kurikulum permakan itu, lebih baik bongkar saja kurikulum yang
ada dengan kurikulum yang baru. Kesan elegan dan lebih fresh pasti akan
tersaji dari kurikulum baru 2013. Harapannya tidak hanya kurikulum baru
saja yang diberlakukan. Lebih dari itu, target-target kurikulum ini
akan terpenuhi. Yang pasti adalah peningkatan mutu pendidikan Indonesia
yang sebenarnya sedang terpuruk ke jurang degradasi dibanding dengan
dunia pendidikan yang ada di belahan dunia lain.
Peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia tak terlepas dari peran serta guru. Ibaratnya menuju ke medan
peperangan, guru adalah prajurit yang berada di garis terdepan yang siap
menyerang atau menghadang musuh. Prajurit yang kuat dan cerdas serta
memiliki semangat dan kemauan yang kuat akan menjadikan musuh gemetaran
dan takut lari tunggang langgang. Prajurit yang kuat akan menjadikan
peperangan miliknya. Prajurit yang kuat dan cerdas akan mencapai
kemenangan. Sebaliknya, prajurit yang lemah, jahil serta tidak memiliki
semangay dan kemauan akan menjadikan dirinya ciut nyali. Pertempuran
belum dimulai dia akan ketakutan dengan sendirinya. Kemungkinan besar
dia akan lari menyelamatkan diri. Prajurit semacam ini akan mudah takluk
dan diperdaya oleh musuh.
Dari analog di atas. Saat ini
diperlukan guru-guru dengan mentalitas sekuat baja. Yang bekerja dengan
semangat dan kekuatan. Yang memiliki kecerdasan dan kemauan. Bukan guru
yang loyo. Bukan guru yang malas untuk maju menjadi lebih baik. Tidak
akan tercapai target yang memuaskan melainkan dengan ujung tombak yang
betul-betul bermutu. Saya jadi teringat kata-kata teman saya semasa
kuliah dulu. “Tidak mungkin seekor harimau yang garang akan melahirkan seekor anak kucing”.
Tidak mungkin akan lahir anak didik yang betul-betul sekuat macan jika
induknya hanyalah seekor kucing comberan. Anak macan hanya akan
dilahirkan oleh anak macan. Anak cerdas dan berprestasi hanya akan
dilahirkan oleh anak guru yang cerdas dan berprestasi. Mungkin juga akan
ada fantor X di beberapa kejadian. Namun tidak ada salahnya hal ini
kita jadikan patokan demi kemajuan pendidikan kita.
Secara pribadi, saya menemukan
beberapa faktor yang menjadi PR bagi kementrian pendidikan dan
Kementerian Agama dalam mengatasi mutu guru. Saya juga melihat hal ini
selangka demi selangka sudah dicarikan jalan keluar dan solusinya. Namun
tak sedikit solusinya itu jauh panggang dari api. Berikut ini beberapa
permasalahan mengenai peningkatan mutu guru.
- Masalah perkuliahan atau gelar akademik. Bukan rahasia lagi jika banyak di antara guru-guru kita menggunakan ijazah aspal sebagai bekal dia menjadi pendidik. Ijazah yang dimaksud bisa jadi seorang guru memang tidak pernah menjalani perkuliahan, tetapi ujug-ujug dia mempunyai ijazah S-1. Hal semacam ini sudah banyak. Ada oknum tersendiri yang secara sengaja melanggar hukum dengan berjualan Ijazah palsu. Meskipun ijazah tersebut asli ketika dikroscek ke Perguruan Tinggi bersangkutan, karena tidak di dapat dengan prosedur yang benar maka dapat dikatakan ijzah tersebut abal-abal. Kedua aspal dapat juga diartikan karena yang bersangkutan memang berkuliah namun perkuliahan tersebut adalah perkuliah jarak jauh dan hanya bersifat kuliah tunggu. Kuliah hari Sabtu dan Minggu. Kuliah jarak jauh jamak kita ketahui sudah dilarang oleh pemerintah. Namun dibeberapa daerah kita masih dapati banyak PT dari daerah lain yang membuka cabang perkuliahan jarak jauh di daerah lain. Sudah kuliahnya hanya hari Sabtu dan Minggu, masih ada juga yang hanya ditempu satu sampai dua tahun sudah lulus S-1 asalkan banyarnya penuh. Dalih yang dipakai biasanya memang untuk membantu guru untuk mencapai gelar S-1 dengan mudah. Sebuah dalih klasik dan inilah salah satunya yang membantu menghancurkan dunia pendidikan kita.
- Masalah Sertifikasi. Sertifikasi adalah upaya pemberian gelar guru profesional kepada seorang pendidik dengan proses tertentu. Ada yang lulus portofolio. Ada juga yang lulus PLPG. Ada pula yang menempuh ujuan ulang karena tidak lulus PLPG meskipun sampai dua kali. Khusus masalah PLPG apalagi portofolio saya melihatnya sangatlah terlalu dini melihat seorang guru hanya dari segebok dokumen dan atau penataran 10 hari saja. Keprofesionalan seseorang haruslah dinilai dengan proses panjang. Melibatkan serangkaian test standarisasi yang dilakukan oleh para ahli. Ada yang lulus dan tidak lulus. Ada pemantauan dan akreditasinya di kemudian haru. Sehingga guru yang sudah lulus tidak kemudian ongkang-ongkang kakimenikmati rangkain proses sertuifikasi dengan bermandi uang TPP. Padahal seharusnya TPP digunakan untuk meningkatkan kualitas personalnya. Kenyataannya ? Namun saya sangat bersyukur, pemerintah merespon dengan cepat. Proses sertfikasi ke depan digantikan dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Ada juga program UKG atau Ujian Kompetensi Guru yang dilakukan dalam rangka memetakan memampuan guru. Pesertanya mereka yang dudah bergelar Guru profesional. Hasilnya Cukup mengenaskan. Masak guru profesional tidak lulus UKG. Perlu dipertanyakan.
- Masalah Kompetensi. Tadi saya singgung masalah kompetensi guru yang tidak lulus dari UKG. Padahal mereka adalah guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi. Kompetensi dihasilkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Seharusnya menuju kurikulum anyar ini pemerintah memperhatikan betul kesiapan guru untuk menyambutnya. Salah satunya adalah dengan mengadakan upgrading kemampuan guru secara bertahap dan berkesinambungan. Guru perlu dicharge kemampuannya. Jangan hanya menyiapkan sistem saja tetapi operatornya tidak paham sistem kerja mesin itu sendiri. Hasilnya saya yakin 1000 % selam tidak ada up-grade kemampuan guru. Prestasi atau mutu pendidikan akan sama saja. Kurikulum akan menjadi barang bersejarah peninggalan Bapak Menteri. Ehhh,… dulu menteri ini pernah ninggal kurikulum ini loh. Hehehe
- Masalah Moral. Tadi saya katakan bahwa hanya macan yang akan melahirkan macan. Karakter guru akan ditiru si anak didik. Jika guru bagus maka bagus pula produknya. Jika guru jelek, yakinlah produknya juga akan jelek. Penitikberatan kurikulum 2013 salah satunya adalah masalah moral guru. Jika murid menonton video seks dan berbuat mesum, bisa jadi gurunya juga sering curi-curi waktu saaat ngajar dengan menontonnya. Sekali-kali mereka mungkin juga berbuat mesum. Ini bukan sebuah prasangka. Sekali lagi bikan sebuah prasangka. Kejadiannya sudah banyak. Cobalah pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap guru-guru yang ada di Indonesia. Jika ada yang melanggar tata susila laporkan saja kalau perlu pecat dia. Pemerintah jangan sekali-kali menutupi masalah yang ada apalagi berusaha mengamankannya. Sebagai contoh dimasukkan BKD. Dikotak di sana. Bukankah tindakan susila merupakan pelanggaran berat menurut PP 53 tahun 2010.
- Masalah Disiplin. Semua tahu orang sipil adalah makhluk yang kurang disiplin dibanding militer. Termasuk di dalamnya kinerja Pegawai sipil. Jauh sekali dengan militer. Bahkan dengan buruh pabrik saja jauh. Banyak guru yang berangkat siang pulang pagi. Ini masalah kedisiplinan yang sangat serius yang harus diatasi oleh pemerintah. Beban kerja sudah diatur 37.5 jam per minggu. Seharusnya dapat dilaksanakan dengan baik jika ingin pendidikan maju. Nyatanya ? jauh dari idealisme yang ada. Jaman makin canggih. Absen tanda tangan sudah tidak jaman. Manusia makin busuk. Banyak yang memanipulasi dengan titip atau sekedar merekap saja tiap bulannya. Tidak ada salahnya dicoba absen pakai sidik jari. Biar makin keren. Dijamin tidak akan dapat titip absen. Tetapi proyek sidik jarinya jangan dikorupsi juga ya ?
- Masalah Ekonomi. Banyak guru yang terbelit masalah ekonomi. Guru banyak hutang. gaji belum diberikan hutang sudah menunggu sebagi cicilan. Di berbagai tempat bahkan ada yang minus. Kok bisa ? Bisa saja. Karena ada pimpinan yang membubuhkan tanda tangan untuk cari kredit di bank-bank dan koperasi. Tidak ada regulasi yang mengatur. Sekian harus dikembalikan ke rumah sekian untuk cicilan. Al hasil ramai-ramailah mereka berhutang tanpa mengindahkan apakah mereka dapat membayarnya. Jatuh tempo tak ada uang untuk buat belanja. Guru sibuk cari hutangan lagi. Gali lubang tutup lobang. Buka sibuk mempersiapkan diri untuk mendidik siswa di rumah mala sibuk cari penutup hutang.
Mungkin ini beberapa masalah yang
harusnya diperhatikan pemerintah untuk mensukseskan kurikulum baru ini.
Selamat datang kurikulum baru. Selamat bergabung bersama kami.
Mudah-mudahan engkau tidak hanya sekedar numpang lewat. Bravo dunia
pendidikan !
Penulis : Riyono, S.PdI
Sumber : putrapenanggungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar